Apa yang terlintas dibenak Anda ketika mendengar “The Deep Sea”? Apakah lautan yang dalam, dingin, dan gelap? Tahukah Anda bahwa terdapat hewan laut bernama Yeti Crab yang di laut dalam tersebut? Lalu, bagaimana mereka dapat hidup di laut dalam? Yuk, simak pembahasannya!
Laut memiliki banyak lapisan perairan yang terdiri dari epipelagis (200 mdpl), mesopelagis (200 – 1.000 mdpl), batipelagis yang merupakan lapisan pertama pada deep sea (1.000 – 4.000 mdpl), abisopelagis (4.000 – 6.000 mdpl), dan hadopelagis (palung dibawah 6.000 mdpl). Kedalaman di bawah 1.000 mdpl menyebabkan tekanan menjadi tinggi dan kegelapan akibat sinar cahaya tidak mampu masuk ke dalam laut. Lokasinya yang sangat dalam di laut belum sepenuhnya dapat dijelajahi manusia. Hal tersebut tentunya menyebabkan banyak hewan-hewan laut unik yang belum diketahui oleh manusia.
Pada tahun 2005, saintis bernama Macpherson, Jones, dan Segonzac menemukan hewan laut asing yang mirip dengan kepiting di Samudra Pasifik Selatan. Hewan tersebut ditemukan di sepanjang retakan dasar laut yang disebut ventilasi hidrotermal. Bentuk uniknya cukup menarik mata, yaitu memiliki tubuh seperti campuran lobster dan kepiting, namun berwarna putih dan ditutupi dengan rambut, dengan ukuran tubuh kurang lebih 15 cm. Dengan karakteristik tubuh yang berwarna putih dan berambut, peneliti kemudian menyebut krustasea tersebut dengan sebutan ‘kepiting yeti’, atau Kiwa hirstula.
Sepanjang hidupnya, kepiting yeti hidup di ventilasi hidrotermal yang memiliki suhu ekstrim. Pada tahun 2011, Dr. Thurber et al. menemukan spesies kedua dari Kiwa spp., yaitu Kiwa puravida. Kepiting yeti tersebut ditemukan pada ventilasi hidrotermal di pantai Costa Rica. Spesies tersebut berbeda dari pendahulunya, karena setae-atau rambut halus-hanya terdapat pada bagian pelengkap atau capitnya.
Pada tahun 2010, ditemukan spesies ketiga dari kepiting yeti, yaitu Kiwa tyleri. Spesies baru tersebut ditemukan pada ventilasi hidrotermal di East Scotia Ridge (ESR), Samudra Antartika, pada kedalaman 2,600 mdpl. Ventilasi hidrotermal yang membentuk palung tersebut merupakan tempat pertemuan antara lautan terdingin dengan titik lingkungan terpanas di dasar laut. Daerah tersebut memiliki panas ekstrim sampai 300 derajat celcius, serta terkandung gas belerang. Kepiting yeti memiliki adaptasi yang baik sehingga dapat hidup pada habitat tersebut.
Adaptasi yang dilakukan adalah dapat “menumbuhkan” makanannya sendiri. ‘Rambut’ yang menutup kaki berjalan-atau chelipeds-dan cangkang tubuh tersebut merupakan kumpulan setae padat. Tubuhnya menjadi tempat tinggal makanan favorit mereka, yaitu bakteri berserabut. Adaptasi kedua adalah dengan menumbuhkan spike atau duri pada ujung kakinya untuk memanjat pada permukaan dasar laut. Evolusi yang terjadi pada spesies tersebut cukup berbeda dengan spesies pada genus Kiwa lain sehingga membuatnya lebih unik dan mampu bertahan hidup pada kondisi ekstrim.
Evolusi yang terjadi pada masing-masing spesies Kiwa spp. berhasil akibat adaptasi yang baik. Adaptasi tersebut terjadi demi dapat bertahan hidup dan berkembang.